BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara
guru dan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapaitujuan tertentu yang telah
dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar melakukan kegiatan
pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna
kepentingan pengajaran.
Oleh karena itu, Guru hendaknya
memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan media ke dalam rencana pembelajaran
meliputi tujuan, materi, strategi, dan juga waktu yang tersedia. Hal itu pula
yang menjadikan berat tugas guru dalam menglola kelas dengan baik.
Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola
kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas,tujan pengajaran pun sukar untuk
dicapai.
Hal ini kiranya tidak perlu terjadi,
karena usaha yang dapat dilakukan masih terbuka lebar. Salah satu caranya
adalah dengan meminimalkan jumlah anak didik di kelas. Meaplakasikan beberapa
prinsip pengelolaan kelas. Kelas adalah upaya lain yang tidak bisa diabaikkan
begitu saja. Pendekatan terpilih mutlak dilakukan guna mendukung pengelolaan
kelas. Disamping itu juga, perlu memanfatkan beberapa media pendidikan yang
telah ada dan mengupayakan pengadaan media pendidikan baru demi terwujudnya
tujuan bersama
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang anda
ketahui tentang pengertian Pemanfaatan Media Pembelajaran ?
b.
Apa yang anda
ketahui tentang Pemanfaatan Perpustaan Sebagai Sumber
Belajar
?
c.
Apa yang anda
ketahui tentang Pusat Sumber Belajar ( PSB ) dan Program Pendidikan Jarak Jauh
?
C.
Tujuan Masalah
a.
Untuk
mengetahui tentang pengertian pemanfaatan media Pembelajaran
b.
Untuk
mengetahui tentang Pemanfaatan Perpustaan Sebagai Sumber Belajar.
c.
Untuk
mengetahui tentang Pusat Sumber Belajar ( PSB ) dan Program Pendidikan Jarak
Jauh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemanfaatan Media Pelajaran di
Sekolah
Arief S. sadiman (1990:189) membagi pemanfaatan
media pembelajaran pada dua pola, yakni pemanfaatan media dalam situasi belajar
mengajar di dalam kelas atau ruang (seperti auditorium) dan pemanfaatan media
diluar kelas. Dalam konteks pemanfaatannya di dalam kelas, kehadirannya di
maksudkan untuk menunujang tercapainya tujuan tertentu.
Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki kemampuan
untuk mengintegrasikan media kedalam rencana pembelajran meliputi tujuan,
materi, strategi, dan juga waktu yang tersedia. Ada beberapa langkah yang
perluu di perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran di kelas ini, yakni :
Pertama, persiapan
guru : pada langkah ini guru menetapkan tujuan yang akan di capai melalui media
pembelajaran sehubungan dengan pelajaran (materi) yang akan di jelaskan berikut
dengan strategi-strategi penyampaiannya.
Kedua, persiapan
kelas : pada langkah ini bukan hanya menyiapkan perlengkapan, tetapi juga
mempersiapkan siswa dari sisi tugas, misalnya agar dapat mengikuti, mencatat,
menganalisis, mengkritik, dan lain-lain.
Ketiga, penyajian
: penyajian media pembelajaran sesuai dengan karakteristik.
Ke empat, langkah
lanjutindan aplikasi : sesudah penyajianperlu ada kegiatan belajar sebagai
tindak lanjutnya, masalah diskusi, laporan, dan tugas lain.
Pola pemanfaatan kedua, adalah pemanfaatan media
pembelajaran di luar kelas. Pola kedua ini memperkuat posisi media sebagai
sumber belajar. Pola pemanfaatan media di luar kelas menurut Arief S.Sadiman
(1990:190-197) dapat di bedakan dalam tiga kelompok, yakni yang terkontrol,
tidak terkontrol (bebas), dan jumlah sasaraannya.
Pertama, pemanfaatan
media secara terkontrol, yakni media itu digunakan dalam suatu rangkaian
kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan tertentu, seperti
pemanfaatannya di dalam kelas dan pada program pendidikan jarak jauh. Hasil
belajar melalui pemanfaatan media secara terkontrol ini biasanya dievaluasi
secara teratur dengan alat evaluasi yang teratur.
Kedua, pemanfaatan
media secara bebas (tidak terkontrol), yakni pemanfaatannya tanpa ada control
ayau pengawasan, seperti media-media yang di manfaatkan masyarakat secara luas
dengan cara membeli. masyarakat itu sendirilah yang menentukan tujuan
pemanfaatnnya, yakni dengan menyesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing,
seperti pemanfaatan kaset pelajaran bahasa inggris, video interaktif tentang
belajar membaca al-qur’an dan lain-lain.
ketiga, pemanfaatan
media dilihat dari jumlah penggunaanya, yakni secara perorangan, kelompok dan
missal. pemanfaatan media secara perorangan biasanya dilengkapi dengan petunjuk
penggunaanya, sehingga pengguna dapat memanfaatkannya secara mandiri, secara
modul. pemanfaatan media secara kelompok kecil (2 s/d 8 orang) maupun kelompok
besar (9 s/d 40 orang). media untuk kelompok ini biasanya di lengkapi buku
petunjuk bagi pimpinan kelompoknya. setelah atau sebelum memanfaatkan media,
kelompok dapat melakukan diskusi. terakhir, media yang di manfaatkan secara
missal ( mulai puluhan, ratusan, hingga ribuan orang). media untuk missal ini
biasanya di salurkan melaui pemancar, seperti radio dan televisi. sebelum memanfaatkan media ini, peserta di beri bahan tercetak yang
memuat tujuan pembelajaran, garis besar isi, petunjuk tindak lanjut, dan bahan
dari sumber lain untuk pendalaman pemahaman.
B.
Pemanfaatan
Perpustakaan Sebagai Sumber Belajar
Bagi banyak bila mendengar istilah perpustakaan,
dalam bentuk mereka akan tergambar sebuah gedung atau ruangan yang di penuhi
rak buku. Anggapan demikian tidaklah salah, karena bila di lihat dari arti kata
dasarnya, perpustakaan adalah pustaka.
Dalam Kamus
Umum Bahasa Iindonesia, pustaka artinya kitab, buku. dalam bahasa inggris,
perpustakan di sebut library. istilah ini berasal dari kata latin, liber atau
libri artinya buku. dari kata latin tersebut, terbentuklah istilah librarius
yang artinay tentang buku. Dalam bahasa asing lainnya seperti belanda
perpustakaan di sebut juga sebagai bibliotheek, jerman: bibliothek, prancis: bibliotheque,
spanyol: bibliotheca, dan po
portugis:
bibliotheca. semua istilah itu berasal dari satu kata yang sama yakni biblia
dari bahasa yunani, artinya tentang buku, kitab. istilah tersebut bahkan di
pakai sebagai sebutan kitab suci, bible. oleh karena itu, dalam bahasa
Indonesia bible di terjemahkan menjadi alkitab.
Dalam bahasa arab, perpustakaan di
sebut kutubkhanah atau al-makhtabah yang di artikan sebagai dar
al-kutub yang semuanya berasal dari kata yang sama yakni kataba, yaktubu katban, kitaban, kitabatan, yang artinya tentang
tulisan dan atau tentang kitab, buku.
Dengan demikian, tidaklah aneh dalam
semua bahasa, istilah-istilah untuk perpustakaan selalu dikaitkan dengan buku
atau kitab. pada abad permulaan islam, semua muslim, dengan tidak membedakan
siapa dia dan dari mana dia, telah menunjukan penghormatan yang besar kepada
cendikiawan dan terhadap karya-karya ilmu pengetahuan atau masterpiece mereka. kesetiaan kepada buku-buku terkenal, nyaris
sama dengan kesetiaannya terhadap relegiusitasnya. berkenan dengan hal ini, al
jahiz (Syalabi 1973) memberikan ilustrasi yang menarik, sebagai berikut.
“ Buku akan diam,
selama anda membutuhkan kesunyian dan keheningan, akan fasih berbicara kapanpun
anda menginginkan wacana. ia tidak menyela anda jika anda sedang berbicara,
tetapi jika anda merasa kesepian maka ia akan menjadi sekutu yang baik. ia
adalah teman yang tidak pernah mencurangi atau memuji
Sehingga pada masa itu tidak mengherankan bahwa
dengan sikap takzim kepada buku-buku tersebut, maka perpustakaan-perpustakaan
muslim menjadi puset ilmu pengetahuan di manapun ia didirikan. Perhatian mereka
tidak hanya sebatas pada pendirian perpustakaan dan pengadaan buku saja,
melainkan juga pada fasilitas-fasilitas perpustakaan yang dapat mendukung
suasana belajar yang kondusi. Dalam hal ini Pinto (Nakosteen, 1995)
menggambarkan fasilitas-fasilitas sebuah perpustakaan abad pengetahuan, sama
dengan yang ada shiraz, cordova, dan kairo, yakni :
…. banyak
ruangan-ruangan untuk kegunaan yang berbeda : galeri dengan rak-rak tempat
penyimpan buku-buku, ruangan tempat pengunjung dapat membaca dan belajar,
ruangan yang di atur berpisahan itu pembuatan salinan dari manuskrip-manuskrip,
yang ruangan-ruangan yang disediakan untuk pertemuan-pertemuan sastra dan
bahkan dalam beberapa hal ruangan-ruangan di pergunakan untuk pertunjukan
msuik. semua ruangan di buat sedemikain mewah dan menyenangkan….
Kutipan di atas menggambarkan bahwa perpustakaan
pada masa keemasan islam telah benar-benar berfungsi sebagai pusat sumber
belajar, karena banyak aktifitas belajar didalamnya, seperti membaca, menulis,
menyalin, pertemuan sastra, pertunjukan music. Ahmad syalabi juga dalam history
of muslim education memaparkan bahwa penerjermahan-penerjemahan pada masa
al-ma’mun lebih banyak dilakukan di baitul hikmah, yaitu sebuah perpustakaan
terbesar saat itu. di samping kegiatan penerjemahan khususnya karya-karya
yunani ada juga kegiatan penelitiannya, di perputakaan ini terdapat sebuah
observatory astronomi.
Namun kemudian, pada abad-abad berikutnya suasana
perpustakaan berubah, yakni menjadi sunyi senyap walaupun di dalamnya penuh
dengan pengunjung. keadaan ini disinyalir terjadi pada pacsa lahirnya mesin
cetak yang tercipta dari tangan terampil Johannes Guttenberg pada 1440-an.
karena setelah mesin cetak di gunakan secara luas maka orang-orang menjadi
melek informasi dan pengetahuan, dari melalui lisan menjadi melalui membaca.
Epos, mitos, dongeng dan lain-lain yang awalnya di sampaikan dengan kekayaan
suara yang begitu dramatis dan emosional yang memberikan kesan dalam kenangan,
berubah menjadi kumpulan ribuan huruf. perubahan ini artinya perubahan tradisi
belajar dari belajar dinamis menjadi belajar statis. bahkan hingga saat ini,
kita merasa abersalah kalau kita mengeluarkan kata-kata apalagi diskusi di
dalam perpustakaan, dan bila itu di lakukan maka berpuluh atau ratus mata
tertuju pada kita.
Dengan melakukan perkembangan dan produksi sebagai
macam media pembelajaran, maka di perpustakaan-perpustakaan modern ini tidak
hanya menyediakan koleksi buku saja,
melainkan juga mencakup film, slide, rekaman phonograps, kaset, piringan hitam,
microfiche, micro-apuque, dan lain-lain.
perpustakaan yang demikian itu adalah perpustakaan yang kaya akan sumber
belajar. para pengguna perpustakaan tidak hanya memanfaatkan satu macam sumber
saja, buku, tetapi juga dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar lainnya.
C.
Pusat
Sumber Belajar Dan Pendidikan Program Jarak Jauh.
Setelah di singgung pada adab II bahwa sumber
belajar apada hakikatnya merupakan komponen system intruksional yang meliputi
pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan, yang mana hal itu dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian sumber belajar dapat di
pahami dapat segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik)
dan memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar. untuk menjamin bahwa
sumber belajar tersebut adalah sebagai sumber belajar yang cocock, sumber
tersebut harus memenuhi persyaratn sebagi berikut.
§ Harus
dapat tersedia dengan cepat
§ Harus
memungkinkan siswa untuk memacu diri sendiri
§ Harus
bersifat individual, misalnya harus dapat memenuhi berbagai kebutuhan para
siswa dalam belajar mandiri.
Berdasarkan pada persyaratan tersebut, maka sebuah
sumber belajar harus berorientasi pada siswa secara individual yang berbeda
dengan sumber belajar yang tradisional, yaitu suatu sumber belajar yang di buat
berdasarkan pada pendekatan yang berorientasi pada guru / lembaga pendidikan.
Dalam pendekatan seperti ini melibatkan mengajar
seperti, metode eksposisi,ceramah, kerja laboratorium secara klasikal dan buku
teks. dari sekian banyak sumber belajar yang di gunakan dalam pendekatan yang
tradisional hanya buku teks saja yang memenuhi kreteria sebagai sumber belajar.
walaupun begitu dalam proses belajar, ceramah dapat dibuat agar lebih
menyerupai sumber belajar dengan cara menyatukan dalam bentuk paket belajar di
mana ceramah yang terprogram merupakan salah satu unsur dan paket tersebut.
misalnya dengan merekam kuliah-kuliah pada kaset atau dalam bentuk rekaman
audiovisual lainnya. hal yang sama, situasi laboratorium dapat di jadiakan sumber belajar dengan cara fleksibel,
yaitu mengijinkan siswa untuk menggunakan berbagai fasilitas laboratorium yang
ada secara leluasa tanpa di batasi oleh waktunya dan jumlahnya.
Sumber-sumber belajar dapat berasal dari berbagai
bentuk. misalnya orang juga bisa menjadi sumber belajar, yakni ketika staf
pengajar tersebut menyediakan diri sebagai manusia sumber yang dapat tersedia
setiap saat sehingga dapat memecahkan berbagai kesuliatan siswa secara
individual. begitu juga tempat tertentu dapat dijadikan sumber belajar
contohnya adalah laboratorium yang bisa di gunakan setiap saat seperti yang di
uraikan sebelumnya. akhirnya, berbagai bentuk media intruksional dapat di
artikan sebagai sumber belajar, misalnya buku, catatan terstruktur, kaset video
berbagai program slide-tape, computer dan lain-lain.
Media intruksional dalam berbagai formatnya
merupakan tipe sumber belajar yang paling umum, dan media ini sering di simpan
menjadi satu di pusat sumber belajar dalam suatu tatanan yang khusus. secara
historis menurut mudhofir (1992) , pertumbuhan pusat sumber belajar merupakan
suatu kemajuan bertahap di mulai dari
perpustakaan yang hanya terdiri dari media cetak. dalam melaksanakan kegiatannya
perpustakaan menanggapi permintaan-permintaan dan memberikan pelayanan kepada
para konsumen yang bervariasi secara luas.
Dengan demikian meluasnya kemajuan dalam bidang
teknologi komunikasi dan informasi, dinamika proses belajar dan sumber belajar
yang bervariasi semakin di perlukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dengan penekanan pada bahan pengajaran yang baru melalui produksi audiovisual
di gabung dengan perpustakaan yang melayani media cetak, maka timbul pusat
multimedia.
Timbul pusat sumber belajar dimungkinkan pula oleh
pertumbuhan berikutnya yang berupa pengakuan akan semakin dibutuhkannya
pelayanan dan kegiatan belajar nontradisional yang membutuhkan ruangan belajar
tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Pusat sumber belajar (learning resources centres) sendiri oleh Irving R. Merill and
Harold A Drob (1977) di definisikan sebagai : “ an organized consisiting of director, staff and equipment housed in
one or more specialized facilities for production, procurement and presentation
of instructional materials and profision of developmental and planning services
related to the curriculum and teacing on a general university, campus “. pusat
sumber belajar oleh fred pervical & henry ellingtong (1988 : 126) di sebut
juga sebagai laboratorium alat bantu belajar yang berfungsi melayani berbagai
kebutuhan individual suatu fakultas, sekolah atau akademi.
Dengan demilian, tujuan umum pusat sumber belajar
adalah “ meningkatkan efektivitas dan
efesien kegiatan PBM melalui pengembangan system intruksional “. Segala
sumber dan bahan, segala macam peralatan audiovisual, segala jenis personel
yang ada di dalam pusat sumber belajar di maksudkan untruk membantu
meningkatkan efektivitas dan efesiensi interaksi siswa pengajar dalam proses
pembelajaran.
Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
1. menyediakan
pilihan komunikasi pembelajaran.
2. mendorong
penggunaa cara-cara belajar baru.
3. memberikan
pelayanan dalam perencanaan, produksi, operasional, dan tindakan lamjut.
4. penelitian
tentang pemanfaatan media pembelajaran.
5. menyebarkan
informasi tentang berbagai sumber belajar.
6. memberikan
konsultasi untuk modefikasi dan desain produksi sumber belajar
7. layanan
pemeliharaan atas berbagai peralatan.
8. menyediakan
pelayanan evaluasi.
Pusat sumber belajar di manfaatkan di berbagai
tingkat pendidikan melalui cara yang secara mendasar berbeda, dan cara
penggunaanya tergantung pada keputusan tentang luas atau tingginya tingkat dan
sifat strategi pendekatan intruksional yang dipakai.
Pusat sumber belajar dapat mempunyai peranan yang
sangat penting dalam menyediakan sumber belajar umtuk para siswa dalam berbagai
bentuk dan jenisnya, lengkap dengan perangkat kerasnya yang sesuai di perlukan
untuk penggunaan sumber belajar tersebut. Dengan system belajar yang begitu
luwes para siswa sering memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan sumber belajar
secara bebas dan mudah yang ada pada pusat sumber belajar di lembaga pendidikan
induk. Mereka diizinkan untuk hadir pada waktu kapan saja yang sesuai dengn
kesempatan waktu mereka.
Bahkan saat ini keberadaan pusat sumber belajar
telah di jadikan syarat bagi perguruan tinggi yang ingin menjadi penyelenggara program pendidikan jarak jauh.
Zainal A. hasibuan dari fakultas
ilmu computer universitas Indonesia dalam makalahnya yang di sampaikan dalam “seminar pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi untuk pendidkan jarak jauh dalam rangka peningkatan mutu
pemebalajaran“
pada
12 Desember 2006 di Jakarta menyampaikan beberapa garis besra SK Mendiknas No.
107/U/2001 untuk pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) sebagai berikut :
Ø PTJJ
di selenggarakan perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan
Ø untuk
menjaga kualitas pendidikan persyaratan yang harus di penuhi antara lain :
§ mempunyai
sumber daya manusia dan fasilitas produksi yang mampu mengembangkan materi
belajar mandiri untuk di sebar luaskan kepada peserta didik.
§ mempunyai
kemampuan memutakhirkan bahan ajar setiap tahun sesuai perkembangan global.
§ memiliki
pusat sumber belajar yang di kelola secara penuh waktu.
Ø perguruan
tinggi bersangkutan juga harus mempunyai sumber daya umtuk melakukan evaluasi
hasil belajar secara terprogram.
Ø mempunyai
izin pelenggaraan program studi secara tahap muka dalam bidang studi yang sama
dan telah terakreditasi oleh badan akreditasi nasional perguruan tinggi
(BAN-PT) dengan nilai A atau U (unggulan).
Kebijakan
tentang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia sebenarnya telah
lama di laksanakan dan di kembangkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. seiring denagn perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi di masyarakat, secara langsung dan tidak langsung
telah mempengaruhi perkembangan pendidikan jarak jauh, baik dari sisi proses
pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran.
BAB
III
PEUTUP
Kesimpulan
pemanfaatan media dilihat dari jumlah penggunaanya,
yakni secara perorangan, kelompok dan missal. pemanfaatan media secara
perorangan biasanya dilengkapi dengan petunjuk penggunaanya, sehingga pengguna
dapat memanfaatkannya secara mandiri, secara modul. pemanfaatan media secara
kelompok kecil (2 s/d 8 orang) maupun kelompok besar (9 s/d 40 orang). media
untuk kelompok ini biasanya di lengkapi buku petunjuk bagi pimpinan
kelompoknya. setelah atau sebelum memanfaatkan media, kelompok dapat melakukan
diskusi. terakhir, media yang di manfaatkan secara missal ( mulai puluhan,
ratusan, hingga ribuan orang). media untuk missal ini biasanya di salurkan
melaui pemancar, seperti radio dan televisi.
sebelum memanfaatkan media ini,
peserta di beri bahan tercetak yang memuat tujuan pembelajaran, garis besar
isi, petunjuk tindak lanjut, dan bahan dari sumber lain untuk pendalaman
pemahaman.
Dengan demikian meluasnya kemajuan dalam bidang
teknologi komunikasi dan informasi, dinamika proses belajar dan sumber belajar
yang bervariasi semakin di perlukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dengan penekanan pada bahan pengajaran yang baru melalui produksi audiovisual
di gabung dengan perpustakaan yang melayani media cetak, maka timbul pusat
multimedia.
DAFTAR PUSTAKA
Munadi,yudhi.
(2010). “ Media Pembelajaran “: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta:
PT
Gaung Persada Press.