BIOGRAFI PANGERAN CAKRA BUANA
berbicara
tentang proses masuknya islam (islamisasi) di seluruh tanah pasundan atau tatar
sunda yang sekarang masuk ke dalam wilayah provinsi banten, dki jakarta, dan
jawa barat, maka mesti berbicara tentang tokoh penyebar dari agama mayoritas
yang dianut suku sunda tersebut. menurut sumber sejarah lokal (baik lisan
maupun tulisan) bahwa tokoh utama penyebar islam awal di tanah pasundan adalah
tiga orang keturunan raja pajajaran, yaitu pangeran cakrabuana, syarif
hidayatullah, dan prabu kian santang.
sampai saat ini,
masih terdapat sebagian penulis sejarah yang meragukan keberadaan dan peran
dari ketiga tokoh tersebut. munculnya keraguan itu salah satunya disebabkan
oleh banyaknya nama yang ditujukan kepada mereka. misalnya, dalam catatan
beberapa penulis sejarah nasional disebutkan bahwa nama paletehan (fadhilah
khan) disamakan dengan syarif hidayatullah. padahal dalam sumber sejarah lokal
(cerita babad), dua nama tersebut merupakan dua nama berbeda dari dua aktor
sejarah dan memiliki peranan serta kedudukan yang berbeda pula dalam proses
penyebaran islam di tanah pasundan (dan nusantara).
selain faktor
yang telah disebutkan, terdapat juga faktor-faktor lainnya yang mengakibatkan
munculnya keraguan terhadap ketiga tokoh tersebut. di antaranya seperti
kesalahan pengambilan sumber yang hanya mengambil sumber asing seperti catatan
orang portugis atau belanda; atau juga disebabkan sering banyaknya mitos yang
dijumpai para penulis sejarah dalam beberapa sumber lokal. kondisi
seperti ini sangat membingungkan dan meragukan setiap orang yang ingin mencoba
merekonstruksi ketiga tokoh penyebar islam di tanah pasundan tersebut.
dengan
berdasarkan pada realitas historis semacam itu, maka tulisan ini akan mencoba
mengungkap misteri atau ketidakjelasan kedudukan, fungsi, dan peran ketiga
tokoh itu dalam proses islamisasi di tanah pasundan. dengan demikian diharapkan
tulisan ini dapat memberikan sumbangan berarti terhadap khazanah sejarah
kebudayaan islam-sunda yang sampai saat ini dirasakan masih kurang. selain itu
diharapkan juga dapat memberikan informasi awal bagi para peminat dan peneliti
tentang sejarah islam di tanah pasundan.
1. sumber-sumber
sejarah
sebenarnya
banyak sumber sejarah yang belum tergali mengenai bagaimana proses penyebaran
islam (islamisasi) di tanah pasundan. sumber-sumber tersebut berkisar pada
sumber lisan, tulisan, dan artefak (bentuk fisik). sumber lisan yang terdapat
di tanah pasundan tersebar dalam cerita rakyat yang berlangsung secara turun
temurun, misalnya tentang cerita “kian santang bertemu dengan sayyidina ali”
atau cerita tentang “ngahiang-nya prabu siliwangi jadi maung bodas” dan
lainnya. begitu pula sumber lisan (naskah), sampai saat ini msaih banyak yang
belum disentuh oleh para ahli sejarah atau filolog. naskah-naskah tersebut
berada di museum nasional, di keraton cirebon kasepuhan dan kanoman, museum
geusan ulun, dan di daerah-daerah tertentu di wilayah jawa barat dan banten,
seperti di daerah garut dan ciamis. di antara naskah yang terpenting yang dapat
dijadikan rujukan awal adalah naskah babad cirebon, naskah
wangsakerta, babad sumedang, dan babad limbangan.
sumber lainnya
yang dapat dijadikan alat bantu untuk mengetahui proses perkembangan islam di
tanah pasundan ialah artefak (fisik) seperti keraton, benda-benda pusaka,
maqam-maqam para wali, dan pondok pesantren. khusus mengenai maqam para wali
dan penyebar islam di tanah pasundan adalah termasuk cukup banyak seperti
syeikh abdul muhyi (tasikmalaya), sunan rahmat (garut), eyang papak
(garut), syeikh jafar sidik (garut), sunan mansyur (pandeglang), dan syeikh
qura (kerawang). lazimnya di sekitar area maqam-maqam itu sering ditemukan
naskah-naskah yang memiliki hubungan langsung dengan penyebaran islam atau
dakwah yang telah dilakukan para wali tersebut, baik berupa ajaran fiqh,
tasawuf, ilmu kalam, atau kitab al-qur’an yang tulisannya merupakan tulisan
tangan.
2. tokoh
cakrabuana
berdasarkan sumber sejarah lokal
(seperti babad cireboni) bahwa cakrabuana, syarif hidayatullah, dan kian
santang merupakan tiga tokoh utama penyebar islam di seluruh tanah pasundan.
ketiganya merupakan keturunan prabu sliliwangi (prabu jaya dewata atau
sribaduga maha raja) raja terakhir pajajaran (gabungan antara galuh dan sunda).
hubungan keluarga ketiga tokoh tersebut sangatlah dekat. cakrabuana dan kian
santang merupakan adik-kakak. sedangkan, syarif hidayatullah merupakan
keponakan dari cakrabuana dan kian santang. syarif hidayatullah sendiri
merupakan anak nyai ratu mas lara santang, sang adik cakrabuana dan kakak
perempuan kian santang.
cakrabuana (atau nama lain walangsungsang),
lara santang, dan kian santang merupakan anak prabu siliwangi dan hasil
perkawinannya dengan nyai subang larang, seorang puteri ki gede tapa, penguasa
syah bandar karawang. peristiwa pernikahannya terjadi ketika prabu siliwangi
belum menjadi raja pajajaran; ia masih bergelar prabu jaya dewata atau
manahrasa dan hanya menjadi raja bawahan di wilayah sindangkasih (majalengka),
yaitu salah satu wilayah kekuasaan kerajaan galuh surawisesa (kawali-ciamis)
yang diperintah oleh ayahnya prabu dewa niskala. sedangkan kerajaan
sunda-surawisesa (pakuan/bogor) masih dipegang oleh kakak ayahnya (ua:
sunda) prabu susuk tunggal.
sebelum menjadi isteri
(permaisuri) prabu siliwangi, nyai subang larang telah memeluk islam dan
menjadi santri (murid) syeikh hasanuddin atau syeikh quro. ia adalah putera
syeikh yusuf siddiq, ulama terkenal di negeri champa (sekarang menjadi bagian
dari vietnam bagian selatan). syeikh hasanuddin datang ke pulau jawa (karawang)
bersama armada ekspedisi muhammad cheng ho (ma cheng ho atau sam po kong) dari
dinasti ming pada tahun 1405 m. di karawang ia mendirikan pesantren yang diberi
nama pondok quro. oleh karena itu ia mendapat gelar (laqab) syeikh qura.
ajaran yang dikembangkan oleh syeikh qura adalah ajaran islam madzhab hanafiah.
pondok quro yang didirikan oleh
syeikh hasanuddin tersebut merupakan lembaga pendidikan islam (pesantren)
pertama di tanah pasundan. kemudian setelah itu muncul pondok pesantren di
amparan jati daerah gunung jati (syeikh nurul jati). setelah syeikh nurul jati
meninggal dunia, pondok pesantren amparan jati dipimpin oleh syeikh datuk kahfi
atau syeikh idhopi, seorang ulama asal arab yang mengembangkan ajaran islam
madzhab syafi’iyyah.
sepeninggal syeikh hasanuddin,
penyebaran islam melalui lembaga pesantren terus dilanjutkan oleh anak
keturunannya, di antaranya adalah musanuddin atau lebe musa atau lebe usa,
cicitnya. dalam sumber lisan, musanuddin dikenal dengan nama syeikh benthong,
salah seorang yang termasuk kelompok wali di pulau jawa (yuyus suherman, 1995:13-14).
dengan latar belakang kehidupan
keberagamaan ibunya seperti itulah, maka cakrabuana yang pada waktu itu bernama
walangsungsang dan adiknya nyai lara santang memiliki niat untuk menganut agama
ibunya daripada agama ayahnya (sanghiyang) dan keduanya harus mengambil pilihan
untuk tidak tetap tinggal di lingkungan istana. dalam cerita babad cirebon dikisahkan
bahwa cakrabuana (walangsungsang) dan nyai lara santang pernah meminta izin
kepada ayahnya, prabu jaya dewata, yang pada saat itu masih menjadi raja
bawahan di sindangkasih untuk memeluk islam. akan tetapi, jaya dewata tidak
mengijinkannya. pangeran walangsungsang dan nyai lara santang akhirnya
meninggalkan istana untuk berguru menimba pengetahuan islam. selama berkelana
mencari ilmu pengetahuan islam, walangsungsang menggunakan nama samaran yaitu
ki samadullah. mula-mula ia berguru kepada syeikh nurjati di pesisir laut utara
cirebon. setelah itu ia bersama adiknya, nyai mas lara santang berguru kepada
syeikh datuk kahfi (syeikh idhopi).
selain berguru agama islam,
walangsungsang bersama ki gedeng alang alang membuka pemukinan baru bagi
orang-orang yang beragama islam di daerah pesisir. pemukiman baru itu dimulai
tanggal 14 kresna paksa bukan caitra tahun 1367 saka atau bertepatan dengan
tanggal 1 muharam 849 hijrah (8 april 1445 m). kemudian daerah pemukiman baru
itu diberi nama cirebon (yuyus suherman, 1995:14). penamaan ini diambil dari
kata atau bahasa sunda, dari kata “cai” (air) dan “rebon” (anak udang, udang
kecil, hurang). memang pada waktu itu salah satu mata pencaharian
penduduk pemukiman baru itu adalah menangkap udang kecil untuk dijadikan bahan
terasi. sebagai kepada (kuwu; sunda) pemukiman baru itu adalah ki gedeng
alang alang, sedangkan wakilnya dipegang oleh walangsungsang dengan gelar pangeran
cakrabuana atau cakrabumi.
setelah beberapa tahun semenjak
dibuka, pemukian baru itu (pesisir cirebon) telah menjadi kawasan paling ramai
dikunjungi oleh berbagai suku bangsa. tahun 1447 m, jumlah penduduk pesisir
cirebon berjumlah 348 jiwa, terdiri dari 182 laki-laki dan 164 wanita. sunda
sebanyak 196 orang, jawa 106 orang, andalas 16 orang, semenanjung 4 orang,
india 2 orang, persia 2 orang, syam (damaskus) 3 orang, arab 11 orang, dan cina
6 orang. agama yang dianut seluruh penduduk pesisir cirebon ini adalah islam.
untuk kepentingan ibadah dan
pengajaran agama islam, pangeran cakrabuana (walangsungsang atau cakrabumi,
atau ki samadullah) kemudian ia mendirikan sebuah masjid yang diberi nama sang
tajug jalagrahan (jala artinya air; graha artinya rumah),
mesjid ini merupakan mesjid pertama di tatar sunda dan didirikan di pesisir
laut cirebon. mesjid ini sampai saat ini masih terpelihara dengan nama dialek
cirebon menjadi mesjid pejalagrahan. sudah tentu perubahan nama ini,
pada dasarnya berpengaruh pada reduksitas makna historisnya. setelah mendirikan
pemukiman (padukuhan; sunda) baru di pesisir cirebon, pangeran
cakrabuana dan nyai mas lara santang pergi ke tanah suci mekah untuk menunaikan
rukun islam yang kelima. ketika di mekah, pangeran cakrabuana dan nyai mas lara
santang bertemu dengan syarif abdullah, seorang penguasa (sultan) kota mesir
pada waktu itu. syarif abdullah sendiri, secara geneologis, merupakan keturunan
nabi muhammad saw. generasi ke-17.
dalam pertemuan itu, syarif
abdullah merasa tertarik hati atas kecantikan dan keelokan nyai mas lara
santang. setelah selesai menunaikan ibadah haji, pangeran cakrabuana mendapat
gelar haji abdullah iman, dan nyai mas lara santang mendapat gelar hajjah
syarifah muda’im. selanjutnya, nyai mas larasantang dinikahkan oleh pangeran
cakrabuana dengan syarif abdullah. di mekah, pangeran walangsungsang menjadi
mukimin selama tiga bulan. selama tiga bulan itulah, ia belajar tasawuf kepada
haji bayanullah, seorang ulama yang sudah lama tinggal di haramain. selanjutnya
ia pergi ke baghdad mempelajari fiqh madzhab hanafi, syafi’i, hambali, dan
maliki.
selang beberapa waktu setelah
pengeran cakrabuana kembali ke cirebon, kakeknya dari pihak ibu yang bernama
mangkubumi jumajan jati atau ki gedeng tapa meninggal dunia di singapura
(mertasinga). yang menjadi pewaris tahta kakeknya itu adalah pangeran
cakrabuana. akan tetapi, pangeran cakrabuana tidak meneruskan tahta kekuasaan
kakeknya di singapura (mertasinga). ia membawa harta warisannya ke pemukiman
pesisir cirebon. dengan modal harta warisan tersebut, pangeran cakrabuana
membangun sebuah keraton bercorak islam di cirebon pesisir. keraton tersebut
diberi nama keraton pakungwati. dengan berdirinya keraton pakungwati berarti
berdirilah sebuah kerajaan islam pertama di tatar sunda pajajaran. kerajaan
islam pertama yang didirikan oleh pangeran cakrabuana tersebut diberi nama nagara
agung pakungwati cirebon atau dalam bahasa cirebon disebut dengan sebutan nagara
gheng pakungwati cirebon.
mendengar berdirinya kerajaan
baru di cirebon, ayahnya sri baduga maharaja jaya dewata (atau prabu suliwangi)
merasa senang. kemudian ia mengutus tumenggung jayabaya untuk melantik (ngistrénan;
sunda) pangeran cakrabuana menjadi raja nagara agung pakungwati cirebon
dengan gelar abhiseka sri magana. dari prabu siliwangi ia juga menerima pratanda
atau gelar keprabuan (kalungguhan kaprabuan) dan menerima anarimakna
kacawartyan atau tanda kekuasaan untuk memerintah kerajaan lokal. di sini
jelaslah bahwa prabu siliwangi tidak anti islam. ia justeru bersikap rasika
dharmika ring pamekul agami rasul (adil bijaksana terhadap orang yang
memeluk agama rasul muhammad).
berdasarkan uraian di atas, maka
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang pertama sukses menyebarkan agama
islam di tatar sunda adalah pangeran cakrabuana atau walangsungsang atau ki
samadullah atau haji abdullah iman. ia merupakan kakak nyai mas lara santang
dan kian santang, dan ketiganya merupakan anak-anak dari prabu siliwangi.
dengan demikian, ia merupakan paman (ua; sunda) dari syarif hidayatullah
(sunan gunung jati). ia dimakamkan di gunung sembung dan makamnya berada luar
komplek pemakaman (panyawéran; sunda) sunan gunung jati.
3. tokoh
kian santang
sebagaimana halnya dengan prabu
siliwangi, kian santang merupakan salah satu tokoh yang dianggap misterius.
akan tetapi tokoh ini, dalam cerita lisan dan dunia persilatan (kependekaran)
di wilayah sunda, terutama di daerah priangan, sangatlah akrab dan legendaris
dengan pikiran-pikiran orang sunda. dalam tradisi persilatan, kian santang terkenal
dengan sebutan gagak lumayung. sedangkan nama kian santang sendiri sangat
terkenal dalam sejarah dakwah islam di tatar sunda bagian pedalaman.
sampai saat ini terdapat
beberapa versi mengenai tokoh sejarah yang satu ini. bahkan tidak jarang ada
juga yang meragukan tentang keberadaan tokoh ini. alasannya adalah bahwa sumber
sejarah yang akurat faktual dari tokoh ini kurang dapat dibuktikan. sudah tentu
pendapat semacam ini adalah sangat gegabah dan ceroboh serta terburu-buru dalam
mengambil kesimpulannya. jika para sejarawan mau jujur dan teliti, banyak
sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan bahan penelitian lanjut mengenai
tokoh ini, baik itu berupa sumber sejarah lisan, tulisan, maupun benda-benda
sejarah. salah satunya adalah patilasan kian santang di godog garut, atau makam
kian santang yang berada di daerah depok pakenjeng garut. kalaulah ada hal-hal
yang berbau mitos, maka itu adalah merupakan tugas sejarawan untuk memilahnya,
bukannya memberi generalisir yang membabi buta, seolah-olah dalam seluruh
mitologi tidak ada cerita sejarah yang sebenarnya.
sampai saat ini terdapat empat
sumber sejarah (lisan dan tulisan) yang menceritakan tentang sepak terjang
tokoh kian santang yang sangat legendaris itu. keempat sumber itu, ialah (1)
cerita rakyat, (2) sejarah godog yang diceritakan secara turun menurun; (3) p.
de roo de la faille; dan 4) babad cirebon karya p.s. sulendraningrat.
terdapat beberapa versi cerita rakyat mengenai perjalanan dakwah kian santang,
dikisahkan bahwa prabu kian santang bertanding kekuatan gaib dengan sayyidina
ali dan prabu kian santang tidak mampu mencabut tongkat yang ditancapkan oleh
baginda ali kecuali sesudah prabu kian santang membaca kalimat syahadat.
di dalam cerita lisan lainnya,
dikisahkan bahwa prabu kian santang adalah putera raja pajajaran yang masuk
islam. ia pergi ke arab, masuk islam dan setelah kembali ia memakai nama haji
lumajang. cerita lainnya lagi mengatakan bahwa prabu kian santang mengajar dan
menyebarkan agama islam di pajajaran dan mempunyai banyak pengikut; dan banyak
pula putra raja yang masuk islam; bahwa prabu kian santang diusir dari keraton
dan tidak lagi menganut agama nenek moyangnya dan menghasut raja pajajaran,
bahwa ia akhirnya pergi ke campa sewaktu kerajaan pajajaran runtuh.
dari cerita rakyat tersebut
terdapat alur logis yang menunjukkan kebenaran adanya tokoh kian santang
sebagai salah seorang penyebar agama islam di tanah pasundan. misalnya alur
cerita tentang “haji lumajang” atau ia pergi ke campa ketika kerajaan pajajaran
runtuh. atau istilah pajajaran itu sendiri yang sesuai dengan data arkeologi
dan sumber data yang lainya seperti babad tanah cirebon dan lainnya.
adapun mengenai pertemuannya
dengan sayyidina ali, boleh jadi nama tersebut bukanlah menantu rasulullah yang
meninggal pada tahun 661 m, melainkan seorang syekh (guru) tarekat tertentu
atau pengajar tertentu di mesjid al-haram. jika sulit dibuktikan kebenarannya,
maka itulah suatu bumbu dari cerita rakyat; bukan berarti seluruh cerita itu
adalah mitos, tahayul, dan tidak ada buktinya dalam realitas sejarah manusia
sunda.
sejalan dengan cerita rakyat di
atas, p. de roo de la faille menyebut bahwa kian santang sebagai pangeran
lumajang kudratullah atau sunan godog. ia diidentifikasi sebagai salah seorang
penyebar agama islam di tanah pasundan. kesimpulan ini didasarkan pada
bukti-bukti fisik berupa satu buah al-qur’an yang ada di balubur limbangan,
sebuah skin (pisau arab) yang berada di desa cinunuk (distrik) wanaraja
garut, sebuah tongkat yang berada di darmaraja, dan satu kandaga (kanaga, peti)
yang berada di godog karangpawitan garut.
dalam sejarah godog, kian
santang disebutnya sebagai orang suci dari cirebon yang pergi ke preanger
(priangan) dan dari pantai utara. ia membawa sejumlah pengikut agama islam. adapun
yang menjadi sahabat kian santang setelah mereka masuk islam dan bersama-sama
menyebarkan islam, menurut p. de roo de la faille, berjumlah 11 orang, yaitu 1)
saharepen nagele, 2) sembah dora, 3) sembu kuwu kandang sakti (sapi), 4)
penghulu gusti, 5) raden halipah kandang haur, 6) prabu kasiringanwati atau
raden sinom atau dalem lebaksiuh, 7) saharepen agung, 8 ) panengah, 9) santuwan
suci, 10) santuwan suci maraja, dan 11) dalem pangerjaya.
dari seluruh cerita rakyat
tersebut dapat disimpulkan bahwa kian santang merupakan salah seorang putra
pajajaran, yang berasal dari wilayah cirebon dan merupakan seorang penyebar
agama islam di pajajaran. kesimpulan ini dapat dicocokkan dengan berita yang
disampaikan oleh p.s. sulendraningrat yang mengatakan bahwa pada abad ke-13,
kerajaan pajajaran membawahi kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing
diperintah oleh seorang raja. di antaranya adalah kerajaan sindangkasih
(majalengka) yang diperintah oleh sri baduga maharaja (atau prabu jaya dewata
alias prabu siliwangi). pada waktu itu prabu jaya dewata menginspeksi
daerah-daerah kekuasaannya, sampailah ia di pesantren qura karawang, yang pada
waktu itu dipimpin oleh syeikh hasanuddin (ulama dari campa) keturunan cina. di
pesantren inilah ia bertemu dengan subang larang, salah seorang santri syeikh
qura yang kelak dipersunting dan menjadi ibu dari pangeran walangsungsang, ratu
lara santang, dan pangeran kian santang.
berdasarkan uraian di atas, maka
jelaslah bahwa kian santang merupakan salah seorang penyebar agama islam di
tanah pasundan yang diperkirakan mulai menyiarkan dan menyebarkan agama islam
pada tahun 1445 di daerah pedalaman. ia adalah anak dari prabu sri baduga
maharaja alias prabu siliwangi, raja terakhir pajajaran. ia berasal dari
wilayah cirebon (sindangkasih; majaengka), yaitu ketika bapaknya masih menjadi
raja bawahan pajajaran, ia melarikan diri dan menyebarkan islam di wilayah
pasundan (priangan) dan godog, op groundgebied. limbangan merupakan
pusat penyebaran agama islam pertama di tatar sunda (khususnya di wilayah
priangan). selain di godog pada waktu itu, sebagian kecil di pantai utara sudah
ada yang menganut islam sebagai hubungan langsung dnegan para pedagang arab dan
india.
mula-mula kian santang
mengislamkan raja-raja lokal, seperti raja galuh pakuwon yang terletak di
limbangan, bernama sunan pancer (cipancar) atau prabu wijayakusumah
(1525-1575). raja yang satu ini merupakan putra sunan hande limasenjaya dan
cucu dari prabu layangkusumah. prabu layangkusumah sendiri adalah putra prabu
siliwangi. dengan demikian sunan pancer merupakan buyut prabu siliwangi. kian
santang menghadiahkan kepada sunan pancer satu buah al-qur;an berkukuran besar
dan sebuak sekin yang bertuliskan lafadz al-qur’an la ikroha fiddin. berkat
sunan pancer ini islam dapat berkembang luas di daerah galuh pakuwon, sisi
kerajaan terakhir pajajaran.
para petinggi dan raja-raja
lokal lainnya yang secara langsung diislamkan oleh kian santang di antaranya,
ialah (1) santowan suci mareja (sahabat kian santang yang makamnya terletak dekat
makam kian santang); 2) sunan sirapuji (raja panembong, bayongbong), 3) sunan
batuwangi yang sekarang terletak di kecamatan singajaya (ia dihadiahi tombak
oleh kian santang dan sekarang menjadi pusaka sukapura dan ada di tasikmalaya.
melalui raja-raja lokal inilah
selanjutnya islam menyebar ke seluruh tanah priangan. kemudian setelah itu
islam disebarkan oleh para penyebar islam generasi berikutnya, yaitu para sufi
seperti syeikh jafar sidiq (penganut syatariah) di limbangan, eyang papak,
syeikh fatah rahmatullah (tanjung singguru, samarang, garut), syeikh abdul
muhyi (penganut syatariyah; pamijahan, tasikmalaya), dan para menak dan ulama
dari cirebon dan mataram seperti pangeran santri di sumedang dan arif muhammad
di cangkuang (garut).
tokoh
syarif hidayatullah
seperti telah diuraikan di atas
bahwa ketika selesai menunaikan ibadah haji, nyi mas larasantang dinikahkan
oleh kakaknya (walangsungsang) dengan syarif abdullah, seorang penguasa kota
mesir dari klan al-ayyubi dari dinasti mamluk. ia adalah putera dari nurul alim
atau ali burul alim yang mempunyai dua saudara, yaitu barkat zainal abidin
(buyut fadhilah khan, faletehan) dan ibrahim zainal akbar, yaitu ayah dari ali
rahmatullah atau raden rahmat atau sunan ampel (yuyus suherman, 1995:14). nurul
alim, barkat zainal abidin, dan ibrahim zainal akbar merupakan keturunan
rasulullah saw. nurul alim menikah dengan puteri penguasa mesir (wali kota),
karena itulah syarif abdullah (puteranya) menjadi penguasa (wali kota) mesir
pada masa dinasti mamluk. hasil pernikahan antara syarif abdullah dengan nyi
mas larasantang melahirkan dua putera yaitu, syarif hidayatullah (sunan gunung
jati) yang lahir di mekkah pada tahun 1448 dan syarif nurullah yang lahir di
mesir.
syarif hidayatullah muda berguru
agama kepada beberapa ulama terkenal saat itu. di antaranya ia berguru kepada
syeikh tajuddin al-kubri di mekkah dan syeikh athaillah, seorang penganut
terekat sadziliyyah dan pengarang kitab tasawuf, al-hikam, masing-masing
selama dua tahun. setelah merasa cukup pengetahuan agamanya, ia memohon kepada
kedua orang tuanya untuk berkunjung kepada kakak ibunya (pangeran cakrabuana)
di cirebon yang pada waktu itu menduduki tahta kerajaan islam pakungwati.
selama di perjalanan menujuk
kerajaan islam pakungwati di cirebon, syarif hidayatullah menyempatkan diri
untuk singgah di beberapa tempat yang dilaluinya. di gujarat india, ia singgah
selama tiga bulan dan sempat menyebarkan islam di tempat itu. di gujarat ia
mempunyai murid, yaitu dipati keling beserta 98 anak buahnya. bersama dipati
keling dan pengikutnya, ia meneruskan perjalanannya menuju tanah jawa. ia pun
sempat singgah di samudera pasai dan banten. di pasai ia tinggal selama dua
tahun untuk menyebarkan islam bersama saudaranya syeikh sayyid ishak. di banten
ia sempat berjumpa dengan sayyid rakhmatullah (ali rakhmatullah atau syeikh
rahmat, atau sunan ampel) yang sedang giatnya menyebarkan islam di sana.
sesampainya di cirebon, syarif
hidayatullah giat menyebarkan agama islam bersama syeikh nurjati dan pangeran
cakrabuana. ketika itu, pakungwati masih merupakan wilayah kerajaan galuh
dengan rajanya adalah prabu jaya dewata, yang tiada lain adalah kakek dari
syarif hidayatullah dan ayah dari nyi mas larasantang. oleh karena itu, prabu
jaya dewata tidak merasa khawatir dengan perkembangan islam di cirebon. syarif
hidayatullah bahkan diangkat menjadi guru agama islam di cirebon, dan tidak
lama kemudian ia pun diangkat semacam “kepala” di cirebon. syarif hidayatullah
giat mengadakan dakwah dan menyebarkan islam ke arah selatan menuju dayeuh
(puseur kota) galuh. prabu jaya dewata mulai gelisah, kemudian ia memindahkan
pusat pemerintahannya ke pakuan pajajaran yang terletak di wilayah kerajaan
sunda dengan rajanya prabu susuktunggal, yang masih merupakan paman (ua; sunda)
dari jaya dewata. tetapi karena pabu jaya dewata menikah dengan mayang sunda,
puteri susuk tunggal, maka perpindahan bobot kerajaan dari galuh (kawali
ciamis) ke pakuan pajajaran (bogor) bahkan mempersatukan kembali galuh-sunda
yang pecah pada masa tahta prabu dewa niskala, ayah prabu jaya dewata. di
pajajaran, prabu jaya dewata mengganti namanya menjadi sri baduga maharaja
(lihat didi suryadi, babad limbangan, 1977:46).
pada tahun 1479, pangeran
cakrabuana mengundurkan diri dari tapuk pimpinan kerajaan pakungwati. sebagai
penggatinya, maka ditasbihkanlah syarif hidayatullah sebagai sultan cirebon
yang baru. di bawah pimpinan syarif hidayatullah, pakungwati mengalami puncak kemajuannya,
sehingga atas dukungan dari rakyat cirebon, wali songo, dan kerajaan demak,
akhirnya pakungwati melepaskan diri dari pajajaran. sudah tentu, sikap ini
mengundang kemarahan prabu jaya dewata dan berusaha mengambil alih kembali
cirebon. namun penyerangan yang dilakukan prabu jaya dewata tidak berlangsung
lama. dikatakan bahwa prabu jaya dewata mendapatkan nasihat dari para purohita
(pemimpin agama hyang) yang menyatakan bahwa tidak pantas terjadi pertumpahan
darah antara kakek dan cucunya. lagi pula berdirinya cirebon pada dasarnya
merupakan atas jerih payah putera darah biru pajajaran, yaitu pengeran
cakrabuana.
pada tanggal 13 desember 1521 m,
prabu siliwangi mengundurkan diri dari tahta kerajaan pajajaran, untuk
selanjutnya menjadi petapa suci sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.
sebagai penggantinya adalah pangeran surawisesa yang dilantik pada bukan
agustus 1522 m dengan gelar sanghyang. pangeran surawisesa inilah
yang secara resmi melakukan perjanjian kerjasama dengan portugis yang naskah perjanjiannya
ditandatangani pada 21 agustus 1522 m, berisi tentang kerjasama di bidang
perdagangan dan pertahanan. rintisan kerja sama antara pajajaran dan portugis
itu telah dirintis sejak prabu jaya dewata masih berkuasa. peristiwa tersebut
merupakan peristiwa pertama dalam sejarah diplomatik nusantara, boleh dikatakan
bahwa ia merupakan seorang raja dari nusantara yang pertama kali melakukan
hubungan diplomatik dengan orang-orang eropa.
perjanjian kerjasama antara
pajajaran dan portugis itu telah menimbulkan kekhawatiran bagi kerajaan demak
dan cirebon. karena itulah pada tahun 1526 m, sultan trenggono dari demak
mengutus fadhilah khan (fathailah atau faletehan) ke cirebon untuk sama-sama
menguasai sunda kelapa yang pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan
pajajaran. strategi ini diambil agar pihak portugis tidak dapat menduduki
pelabuhan sunda kelapa. tidak berapa lama pad atahun 1527 m portugis datang ke
sunda kelapa untuk mewujudkan cita-cita mendirikan benteng di muara kali
ciliwung daerah bandar sunda kelapa. namun pasukan portugis dipukul mundur oleh
pasukan fadhilah khan yang waktu itu sudah bergelar pangeran jayakarta.
banyak nama yang dinisbahkan
pada pengeran terakhir ini, yaitu pengeran jayakarta, fatahilah, faletehan,
tagaril, dan ki bagus pase. penisbahan nama terakhir terhadapnya karena ia
berasal dari samudera pasai. ia merupakan menantu sultan trenggono dan sultan
syarif hidayatullah. hal ini karena faletehan selain menikah dengan ratu
pembayun (demak), ia juga menikah dengan ratu ayu atau siti winahon, puteri
syarif hidayatullah, janda pati unus yang gugur di malaka (yuyus suherman,
1995:17). dengan menikahi putri demak dan cirebon, maka faletehan memiliki
kedudukan penting di lingkungan keluarga kedua keraton itu. karena itulah,
ketika syarif hidayatullah meninggal pada 19 september 1568 m, maka faletehan
diangkat menjadi pengganti syarif hidayatullah sebagai sultan di cirebon.
peristiwa itu terjadi ketika pangeran muhammad arifin (pangeran pasarean),
putra syarif hidayatullah, mengundurkan diri dari tahta kerajaan islam cirebon.
muhammad arifin sendiri lebih memilih menjadi penyebar islam di tatar sunda
bagian utara dan sejak itulah ia lebih dikenal dengan nama pangeran pasarean.
ketika faletehan naik tahta di
cirebon ini, saat itu, jayakarta (sunda kelapa) diperintah oleh ratu bagus
angke, putra muhammad abdurrahman atau pangeran panjunan dari putri banten.
namun faletehan menduduki tahta kerajaan cirebon dalam waktu yang tidak lama,
yakni hanya berlangsung selama dua tahun, karena ia mangkat pada tahun 1570 m.
ia dimakamkan satu komplek dengan mertuanya, syarif hidayatullah, yakni di
astana gunung jati cirebon. ia kemudian digantikan oleh panembahan ratu.
4. khatimah
demikianlah sekilas mengenai
uraian historis tentang peran pangeran cakrabuana, kian santang, dan syarif
hidayatullah dalam proses penyebaran islam di tanah pasundan yang sekarang
menjadi tiga wialyah, yaitu jawa barat, dki jakarta, dan banten. berdasarkan
uraian di atas, maka terdapat beberapa kesimpulan dan temuan sementara yang
dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
pertama, bahwa orang yang
pertama menyebarkan islam di daerah pesisir utara cirebon adalah pangeran
walangsungsang atau adipati cakrabuana atau ki cakrabumi atau ki samadullah
atau syeikh abdul iman, yang mendirikan kerajaan pertama islam pakungwati. ia
adalah ua dari syarif hdiayatullah.
kedua, kian santang
merupakan anak ketiga dari pasangan prabu siliwangi dan nyi subang larang yang
beragama islam. ia dilahirkan pada tahun 1425, dua puluh lima tahun sebelum
lahir sunan gunung jati dan mualana syarif hidayatullah. ia mulai menyebarkan
agama islam di godog, garut pada tahun 1445. ia adalah penyebar islam pertama
di pedalaman tatar sunda. ia merupakan paman dari syarif hidayatullah. ia
disebutkan berasal dari wilayah cirebon, tepatnya dari kerajaan sindangkasih
(majalengka).
ketiga, syarif
hidayatullah atau sunan gunung jati adalah nama tokoh yang berbeda dengan
faletehan. keduanya memiliki peran yang berbeda dalam usaha menyebarkan agama
islam di tanah pasundan.